DZAT WAJIBUL WUJUD

Maha suci Allah dari segala macam perumpamaan.
Walaupun demikian di dalam Al Qur’an, keberadaan wujud Allah merupakan keberadaan wujud yang paling dimanifestasikan.
Setiap yang berwujud akan mempunyai nama dan sifat.
Tuhan adalah Cahaya langit dan bumi. Perumpamaan Cahaya Allah adalah seperti rongga dalam dinding.
Dalam rongga itu ada pelita.
pelita itu dalam bola kaca.
Kaca itu laksana bintang berkilau. Dinyalakan dengan minyak zaitun yang diberkati, yang tumbuhnya bukan di timur dan bukan di barat, yang minyaknya saja hampir-hampir berkilau dengan sendirinya, walaupun api tidak menyentuhnya. Cahaya di atas Cahaya.
Allah menuntun dengan Cahayanya kepada Cahayanya bagi siapa saja yang dia kehendaki dan Allah membuat perumpamaan bagi manusia. Allah Maha Mengetahui segalanya
(An-Nur 24 : 35).

(Cahaya itu menerangi) rumah-rumah di dalamnya Allah berkenan untuk dihormati dan disebut Namanya dan bertasbih di waktu pagi dan petang
(A-Nur 24 : 36).

Keberadaan (eksistensi, kehadiran) Dzat yang dimanifestasikan disebut wujud idhopi, dinamakan juga bayangan. Sesuai firman Allah :
Apakah kamu tidak memperhatikan Tuhan memanjangkan bayang-bayang-Nya
(Al-Furqaan 25 : 45).

Agar dia bisa merefleksikan bayangan dirinya Sendiri, maka dia telah membuat cermin-cermin yang beraneka ragam dari Dirinya Sendiri.
Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini adalah merupakan cermin-cermin tersebut. Cermin yang baik adalah cermin yang mempunyai dua sisi, yaitu sisi terang dan sisi gelap (sifat Jamal dan sifat Jalal).

Dalam hal ini ternyata manusia mempunyai sifat seperti cermin tersebut, karena manusiapun mempunyai dua sisi, yaitu qolbu sebagai sisi terang dan jasmani sebagai sisi gelap.

Semakin terang qolbu, semakin jelas pula qolbu merefleksikan Tuhan, sesuai dengan Hadits Qudsi :
Aku tidak bisa berada di bumi ataupun di langit, tapi aku bisa berada dalam hati seorang mukmin yang benar

Di dalam setiap rongga anak Adam, Aku ciptakan suatu mahligai yang disebut dada, di dalam dada ada qolbu, di dalam qolbu ada fuad, di dalam fuad ada syagofa, di dalam syagofa ada sir, di dalam sir ada Aku tempat Aku menyimpan rahasia …
(Hadist)

Setiap cermin tidak ambil bagian dalam pengamatan, cahaya yang terang benderang dan kegelapan cermin merupakan alat pengamatan.
Walaupun cerminnya beraneka ragam, namun Wajah Sang Pengamat Tetap Satu. Bila kemudian cerminnya hancur luluh, Wajah Sang Pengamat Tetap Abadi ….

SIFAT-SIFAT DZAT

Sifat Dzat adalah merupakan manifestasi dari Asma dan Asma merupakan manifestasi daripada Dzat.
Berarti Sifat juga merupakan manifestasi daripada Dzat.
Di dalam setiap Sifat Dzat terkandung suatu potensi untuk bertindak dan berbuat yang akan menimbulkan akibat-akibat.
Sebagai akibat penciptaan maka muncul kehidupan.
Adanya kehidupan mengakibatkan munculnya kesadaran akan adanya Dzat. Bila tak ada kehidupan maka tidak akan ada yang menyebut Asma Allah.

Yang pertama kali mengajukan konsep sifat dua puluh dari Dzat adalah Abu Hasan Al Ashary, ulama besar pendiri mahzab Ahlussunnah Wal Jamaah yang ahli dalam Ilmu Kalam (ilmu Usuluddin).
Konsep sifat dua puluh tersebut sampai saat ini telah dikenal dan diyakini oleh masyarakat Islam secara luas.
Pada waktu itu konsep Al Ahsary ini banyak mendapat tantangan dari para ulama lainya, diantaranya adalah Hambali dan Al Ghazali yang berpendapat bahwa masalah Ketuhanan tidak bisa dijangkau hanya atas dasar konsepsi akal manusia, Ilmu Kalam ajaran Al Ashary dianggap sebagai penyebab timbulnya silang pendapat diantara sesama Umat Islam.

Adanya perselisihan pendapat diantara para ahli Ilmu Kalam, para ahli filsafat Islam dan para ahli Ilmu Fiqih mengakibatkan umat Islam terpecah belah menjadi bermacam-macam aliran (mazhab), antara lain adalah Mazhab Hanafi, Mazhab Hambali, Mazhab Maliki dan Mazhab Safi’i.

Al Ghazali berhasil mempersatukan pola fikir para ahli syari’at Ilmu Kalam dan pola pikir ahli syari’at Ilmu Fiqih dan juga pola pikir mereka dengan para sufi ahli Tasawwuf. Menurut Al Ghazali : Pendekatan diri dan ma’rifat kepada Allah tidak bisa dilakukan melalui Ilmu Kalam maupun melalui Ilmu Fiqih, akan tetapi harus melalui jalan yang ditempuh oleh para sufi ahli tasawwuf yaitu : Bersihkan hati, istirahatkan pikiran melalui dzikrullah untuk mencapai fana dan kasyaf.
Jalan tersebut penuh dengan bermacam-macam tantangan dan ujian dari Allah yang harus diatasi dengan tetap berpegang pada Tali Allah, bersih hati, rasa kasih-sayang, ketawakalan, kesabaran dan keihklasan serta dzikrullah, mengingat Allah.

Oleh karena dengan dzikrullah itulah hati akan menjadi tenang dan tentram, tidak akan ada perselisihan lagi, karena sadar bahwa Allah-lah Yang Maha Benar.
Akhirnya mi’raj melalui proses fana dan kasyaf.
Kesempurnaan keberagamaan seorang adalah bila dia telah mencapai tahapan iman, islam dan ihsan.
Iman bisa dipelajari melalui ilmu Usuluddin. Islam dipelajari melalui ilmu Fiqih. Ihsan hanya bisa dicapai melalui tasawwuf.

Al Kisah : Ada seorang yang bertanya kepada Rosulullah : Ya Rosulullah apakah Ihsan itu? Kemudian Rosulullah menjawab : Ihsan ialah keadaan ketika engkau menyembah Allah, seakan-akan engkau melihatnya, bila sekiranya engkau tidak melihatnya, maka Allah akan melihat engkau.

Para ulama Tasawuf mengatakan bahwa Syare’at tanpa Haqekat adalah hampa, sedangkan Haqekat tanpa Syare’at adalah batal…
Junaed Al Bagdady mengatakan : Syare’at tanpa Haqeqat adalah fasik, sedangkan haqekat tanpa Syare’at adalah zindik, bila seseorang melakukan keduanya maka sempurnalah kebenaran orang itu.
Seorang sufi, dia fana dalam dirinya dan baqa dalam Tuhannya.
Menurut beliau tasawuf adalah mengambil setiap sifat mulia dan meninggalkan setiap sifat tercela.

Menurut Asy-Syadzili tasawuf adalah praktik dan latihan diri melalui cinta yang dalam dan ibadah untuk mengembalikan diri kepada jalan Tuhan.
Ada juga yang mengatakan bahwa tasawuf adalah membina kebiasaan baik serta menjaga hati dari berbagai keinginan dan hasrat hawa nafsu.
Tasawuf adalah ilmu untuk memperbaiki hati dan menjadikannya memasrahkan diri semata-mata kepada Allah.
Jalan tasawuf dimulai sebagai ilmu, ditengahnya adalah amal dan pada akhirnya adalah karunia Allah.

Abu Bakar Aceh mengatakan bahwa Al Qur’an adalah sumber pokok, Hadits-Sunnah Rosul petunjuk pelaksanaan yang penting, sedangkan Tassawuf adalah urat nadi pelaksanaan ajaran tersebut.
Tasawuf adalah suatu seni perjalanan spiritual yang transendental, bukan merupakan pekerjaan intelektual melalui kajian ilmiah, bahkan menurut para sufi ilmu pengetahuan merupakan tabir yang sangat pekat.

Mengenai masalah mistik atau tasawuf ini Simuh cenderung memilih definisi dari kamus Inggris yang disusun oleh Hornby dkk yaitu :
Ajaran atau kepercayaan tentang haqekat (kebenaran sejati) atau Tuhan bisa didapatkan melalui meditasi atau tanggapan kejiwaan yang bebas dari tanggapan akal pikiran dan pancaindera.
Ciri khusus tassawuf adalah proses fana dan kasyaf.
Tasawwuf sesuai dengan ajaran Al Ghazali secara garis besarnya adalah pelajaran tentang tata cara memurnikan atau mensucikan jasmani dan ruhani, mensucikan lahir dan batin agar bisa menjadi insan kamil yang mendapatkan keridhoan Allah… disertai dzikrullaah sehingga mencapai proses fana dalam dirinya, baqa dalam Tuhannya, musnah ke-aku-annya, tenggelam dalam Tuhannya. Akhirnya kasyaf terbukanya hijab. Dari tulisan-tulisantentang tasawuf ini, jelas bahwa basis dari tasawuf adalah kesucian hati serta cara menjaganya dari segala hal yang bisa mengotorinya kemudian hasil akhirnya adalah hubungan yang benar-benar harmonis antara manusia dengan Penciptanya.

Dzat Allah merupakan sumber kehidupan. Akibat adanya sifat-sifat kehidupan muncul kesadaran akan adanya (keberadaan) Dzat. Bila tidak ada kehidupan (insan) maka tidak akan ada yang menyebut Asma Dzat (Allah), tak ada yang bersyahadat :
Laa ilaaha ilallaah Muhammadarosulullaah…
Pernyataan pertama Laa ilaaha ilallaah memberi nafas kehidupan kepada pernyataan kedua Muhammadarosulullah sedangkan pernyataan kedua menyatakan adanya Dzat Allah.

Dengan demikian pernyataan pertama dan kedua sangat erat kaitannya, kedua-duanya tidak bisa dipisahkan satu sama lain, merupakan suatu kesatuan dua kalimah Syahadat.
Artinya kurang lebih adalah :
dua dalam kemanunggalan, manunggal dalam keEsaan Dzat Yang Maha Kuasa.
G

Postingan populer dari blog ini

KUNCI RAHASIA KUN FAYAKUN

NAFAS LAM JALALAH

MAKNA RAHASIA ALIF